Senin, 04 Oktober 2010

Fil 2: 5-1,1Berani Melepas Hak, Itu Kekuasaan Sejati

Oleh : Pdt. Bigman Sirait

Pemikiran Kristus adalah suatu kekuatan yang sangat luar biasa, dan menjadi pola pikir satu-satunya di muka bumi, karena tidak pernah ada manusia berpikir seperti Kristus berpikir. Kristus berpikir dengan tidak mem-pertahankan kesetaraan-Nya dengan Allah… (Fil 2: 5-11). Artinya, Dia rela melepaskan atribut itu. Istilahnya “mengo-songkan diri”. Sementara se-mua orang, di dalam pemikiran-nya mau berkuasa. Adam jatuh ke dalam dosa karena ingin sama dengan Allah. Lucifer (malaikat) jatuh menjadi iblis karena ingin sama dengan Allah. Tetapi apa yang Yesus lakukan? Dia memang sudah sama dengan Allah, tetapi Dia rela melepaskannya. Ini pola pikir yang berlawan sekali dengan pola pikir dunia, melawan arus jaman.
Sejujurnya kita juga tidak suka dengan cara berpikir seperti ini. Mana bisa? Kita bisa dilecehkan orang. Tetapi panggilan kita sebagai murid Yesus justru untuk berani melawan arus itu. Alkitab mempersaksikan kepada kita, malaikat jatuh karena ingin sama dengan Allah. Adam jatuh, karena ingin sama dengan Allah. Tetapi, kenapa Yesus ditinggikan? Kenapa Dia tidak jatuh? Karena Dia mau direndahkan. Waktu Dia mengambil sikap mau menjadi rendah, menjadi manusia, itu bukan sebuah paksaan. Dia rela dan siap melakukan itu. Dia bukan seorang raja di dunia yang menjadi hamba. Dia bukan raja yang menjadi gembel. Dia lebih dari sekadar itu, sebab Dia adalah Allah yang menjadi manusia. Raja dan gembel, bedanya antara bumi dengan langit. Tetapi Dia melintasi jauh daripada itu. Dia Allah yang menjadi manusia. Dan waktu menjadi manusia, Dia mengambil rupa seorang hamba, bukan raja. Kalau Dia menjadi manusia yang raja, itu juga rendah, karena toh Dia raja kekekalan.

Mestinya ini menjadi satu titik penting dalam pola pemikiran kita, membuat kita tidak melulu berorientasi kepada diri yang menciptakan berbagai kesera-kahan dan tidak mau mengalah, yang kemudian menciptakan kesulitan dan pertikaian. Kegai-rahan akan kekuasaan mestinya jangan banyak menguasai pikiran kita, sementara kita mengaku Kristen. Nah, supaya kekristenan kita aktual, bisa dipertang-gungjawabkan, dinikmati banyak orang, dan banyak orang bisa belajar, maka kita harus berani juga seperti Kristus: berani merendahkan diri.

Menyombongkan diri itu benih-benih keinginan berkua-sa. Dan keinginan berkuasa bukan hanya ada pada orang kaya saja, orang miskin juga. Itu juga tidak monopoli orang dewasa, anak-anak pun ingin berkuasa. Semua orang ingin tampak tinggi. Semua orang ingin lebih baik dari yang lain. Semua orang ingin tampak lebih luar biasa dari yang lain. Nah, ketika kita menjadi manusia yang bukan biasa-biasa saja, karena menjadi manusia yang dibalikkan citranya, menjadi seperti apa yang Allah kehendaki, yang sudah dikembalikan kepada hekaket gambar dan rupa Allah itu, maka kita akan menjadi manusia yang berbeda dengan jaman. Sehingga kita bukan manusia yang mau menggapai ketinggian, di mana kita menjadi pusat daripada pujian, tetapi justru mengambil suatu sikap yang sangat luar biasa, merendah, sehingga tidak menjadi pusat perhatian.

Mendemonstrasikan
Kita juga tidak sekadar merendahkan diri, tetapi harus berani melepas hak, memaafkan untuk menciptakan perdamaian. Yesus melepas hak-Nya, kemu-dian menjadi manusia, tetapi Dia menegur keras orang-orang berdosa, menelanjangi dosa. Tetapi Dia selalu membuka pintu pengampunan bagi orang yang percaya. Betapa ajaib dan benar pikiran Kristus itu. Justru ke-kuatan-Nya ada di dalam kerelaan untuk melepaskan kekuasaan. Dan kekuasaan sejati itu adalah kekuasaan yang tidak kita rengkuh untuk diri sendiri. Karena kekuasaan yang sejati itu adalah keberanian melepas diri, keberanian melepas hak.

Kristus tidak hanya mengatakan atau mengajarkan, tetapi sudah mendemonstrasikan bagaimana hidup yang bertanggung jawab itu. Karena itu penting bagi kita untuk melakukan apa yang dikehendaki Tuhan, sehingga ada kepuasan nilai karena mempunyai keberanian melepas hak. Hidup hanya bisa didapatkan, dan hanya bisa menjadi pengharapan, menjadi gairah yang menguatkan, kalau kita betul-betul bisa melepas seluruh ambisi, dan menggantinya dengan yang sesuai kehendak Tuhan.

Nah, perlawan arus dari semangat jaman, kita terobos seperti Kristus berpikir, sehingga kita harus menaruh pikiran atau perasaan yang terdapat juga di dalam Yesus, yang rela melepas semuanya untuk menggapai hal yang hina yang tidak terba-yangkan oleh manusia, bukan untuk Dia dan kepuasan-Nya, tetapi untuk menyelamatkan manusia. Kalau kita mampu berpikir ke bawah, mampu memperhatikan ke bawah, berani melepas hak, itulah kemenangan sejati, di situlah ada kemerdekaan dan kebebasan.

Oleh karena itu, pengharapan supaya Tuhan dimuliakan hanya ada kalau kita mau memainkan peran kita berpikir seperti Yesus berpikir. Kita turun ke bawah. Ketika turun ke bawah, biarlah di sana ada pengharapan kita karena Tuhan akan meninggi-kan kita dengan caranya yang luar biasa. Sehingga kita bisa mencatat berbagai peluang, ke-menangan yang membuat kita luar biasa di tengah kehidupan. Sehingga kita tidak saja menca-tat tetapi juga mencipta perbagai perubahan di mana Tuhan dimuliakan.
Kita berpikir seperti Kristus membuat kita mampu menuruni lembah, di mana harga diri kita tercabik-cabik tetapi kita menemukan kebenaran. Ini tak mudah, tetapi untuk itulah Kristus mati bagi kita, supaya kita mampu mengikut Dia. Tetapi alangkah indahnya, dan amat sangat luar biasa kalau kita mencapainya maka tahulah kita bahwa Yesus tidak pernah salah meminta pada kita. Yesus tidak pernah salah memerintahkan apa yang harus kita kerjakan. Yesus tidak pernah salah. Dia melakukan apa yang menjadi tuntutan dan kehendak Bapa.

Begitu pula kita, melakukan tuntutan-tuntunan yang Kristus tetapkan supaya kita seperti Kristus, berpikir seperti Dia berpikir. Itulah berpikir yang benar. Sehingga dengan ber-pikiran seperti Kristus kita bisa menyongsong, membangun kerendahan hati, menjadi titik kemenangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar