Jumat, 08 Oktober 2010

Mazmur 8, Sesama Itu Ada Di Dalam Keberagaman

oleh : Pdt. Bigman Sirait

siapakah aku?  Ini pertanyaan yang tidak gampang dijawab, dan menjadi bahan pemikiran para filsuf selama berabad-abad, sampai se-karang. Tetapi Alkitab memper-saksikan “Siapakah aku” dengan lugas dan tepat. Pertama, Alkitab mengatakan, “aku” adalah cip-taan Tuhan yang dicipta menurut gambar dan rupa-Nya. Aku adalah yang dihargai oleh Allah. Aku dijadikan hampir sama seperti Allah (Maz  8). Jadi “aku” adalah makhluk agung dan mulia lebih dari ciptaan mana pun.  Kedua, aku adalah sebuah pribadi yang utuh, bukan sekadar yang kelihatan mata. Yang ketiga, aku adalah aku yang mempunyai pengalaman di dalam hidupku, menerima dan mengalami kasih Allah yang ajaib itu. Aku adalah aku yang sadar dan insyaf akan dosa-dosaku yang bertemu Kristus di dalam kebenaran.
Saudara, tanpa pertobatan seseorang tidak akan bisa menemukan jati dirinya. Pertobatanlah yang membawa seseorang mengenal siapa dia. Rasul Paulus mengatakan: “Hidup bagiku adalah Kristus, dan mati adalah keuntungan”. Dia tahu arti kesementaraan, dia tahu arti kekekalan, ia tahu Tuhan dan dia tahu dirinya karena dia sudah mengalami pertobatan. Pertobat-an membawa kita mengenal identitas. Tanpa pertobatan seseorang tidak akan pernah menemukan jati dirinya. Tanpa pertobatan, seseorang tidak saja tidak menemukan jati dirinya, tapi juga tidak akan bisa mengenal sesamanya.
Maka bagi yang sudah menga-lami pertobatan, sudah mengenal dirinya, maka dia mengenal bahwa  sesamanya adalah: dia yang kuperlakukan seperti diriku, demi-kian juga sebaliknya, ia memper-lakukan aku bagaimana seharus-nya. Sungguh suatu relasi yang indah. Tetapi sayang sekali, relasi indah dan ideal itu tidak selalu terjadi. Bisa saja kau mengasihi sesamamu tetapi sesamamu itu kurang mengasihimu. Tetapi engkau sebagai orang yang bertobat, yang sudah menerima Kristus tentu mempunyai inisiatif untuk melakukan itu. Mother Theresa menjadi buah bibir seluruh dunia tentang apa yang dia lakukan. Mengapa dia mau berbuat itu bagi orang-orang miskin Kalkutta, India? Karena konsep yang dia pahami: mereka sesamaku.
Harus diperhatikan, sesama tidak terbentur karena perbedaan ras, suku, atau bangsa. Jadi nilai yang disebut sesama itu bersifat universal. Sesama itu tidak bisa dikurung oleh tembok-tembok peradaban manusia. Sesama itu tidak bisa dibatasi sistem nilai yang diciptakan. Sesama juga tidak boleh terbentur oleh perbedaan agama. Itu sebab Tuhan mengatakan: “Kasihilah sesamamu seperti dirimu sediri”. Maka yang disebut sesama itu tidak terbentur oleh perbedaan agama.
Oleh karena itu perlu kedewasaan di sana. Kita tidak boleh menjadi orang yang eksklusif, terbentur pada hal-hal yang picik. Sesama itu justru terwujud dalam keragaman, bukan kesamaan. Justru dalam keberagaman maka bisa tercipta sesama. Kalau semua sudah sama, tidak ada lagi sesama, tetapi karena ada perbedaan, keragaman suku, ras, agama, bangsa, dan karakter atau sifat. Tetapi di dalam keragaman itulah muncul apa yang disebut sesama. Jadi kalau Anda mencari sesama karena sama dengan Anda: sama sukunya, rasnya, agamanya, itu bukan sesama, itu sama namanya. Sama dengan sesama itu beda. Sesama itu dua pribadi, sama itu satu merek (jenis). Kalau itu yang menurut saudara sesama, betapa rendahnya pemahahan Anda tentang makna sesama.

Seperti binatang
Kita sering kali salah mengerti keberagaman hanya karena tidak seperti apa yang kita bayangkan, akhirnya kita menjadi terpecah dan eksklusif dalam kelompok-kelompok. Kita sering kali menjadi orang yang tidak siap menerima keragaman, kita berpikir terlalu picik dan sempit di dalam soal keragaman. Kita mencampur aduk konsep sesamaku dengan iman. Saya percaya Yesus juru selamat satu-satunya. Iman saya tidak bisa diganggu gugat. Tetapi wawasan saya tidak menjadi sempit, picik, eksklusif lalu  tidak lagi melihat orang lain yang tidak percaya Kristus sebagai bukan sesamaku. Justru kalau aku percaya Kristus juru selamatku, akan kubuktikan perintah-Nya: “Kasihilah sesamamu”. Kalau saya tidak bisa melakukannya, itu hanya membuktikan bahwa sesungguhnya saya belum kenal Yesus Kristus sungguh-sungguh. Oleh karena itu sesama itu merupakan harmonisasi kehidupan anak manusia di bumi ini. Itu sebab kedamaian dapat ditawarkan kekristenan, bila kita   mengerti, memahami dan mau melakukan itu semua.
Hanya binatanglah yang menerjemahkan sesama sebagai sama. Sama jenis atau spesies. Anjing bergaul sama anjing. Itu pun kadang-kadang berantam juga. Mana bisa anjing ketemu sama anjing lalu duduk  tenang, mereka akan berkelahi. Atau sebaliknya mana mungkin kucing dan tikus makan sepiring berdua. Karena mereka tidak sama, mereka datang dari jenis berbeda. Tikus dengan tikus bisa makan sepiring. Anjing dengan anjing bisa makan sepiring.  Kalau sama itu baru dinamakan sesama—maaf—itu binatang. Dan kita kan bukan binatang, kita manusia yang punya peradaban tinggi. Jangan menghina dan jangan merendahkan diri dengan sikap-sikap yang salah tadi, hanya mau cari samanya saja: sama agama, sama suku. Itu sangat memalukan sekali. Memang kalau binatang, perbedaan adalah permusuhan, itu bagi mereka.        Karena itu orang-orang Kristen harus mampu menunjukkan bahwa mereka bukanlah orang-orang yang mudah dipecah belah dengan isu yang sering terjadi di Indonesia ini, isu-isu SARA. Kita bukan tipe seperti itu, dan tidak boleh terjebak dalam hal itu. Kiranya kita boleh memberikan sumbangsih yang penting bagi bangsa ini, menjadi penyejuk. Kiranya kita boleh memberikan gambaran atau relasi yang sehat antara aku dan sesamaku sebagai sesama anak bangsa. Sehingga kita tidak terjebak dalam perpecahan tetapi terikat pada persekutuan. Kalaupun orang lain menguman-dangkan perpecahan, orang lain merangsang untuk timbulnya kehancurna, biarlah kita menjadi air sejuk yang mengubah semua-nya menjadi indah. Kita menjadi berkat bagi orang-orang sehingga mereka boleh belajar apa itu ma-nusia dan siapa itu manusia. Manu-sia bukan binatang yang siap dilalap dan melalap manusia lain. Manusia adalah manusia yang justru membangun harkat sesama. 
Siapakah sesamaku, itu bukan hal sederhana, itu suatu prinsip tinggi yang Tuhan ajarkan kepada kita menyangkut harkat dan harga manusia. Oleh karena itu biarlah kita boleh mem-berikan sumbangsih bagi jaman ini, bagaimana seharusnya hidup berelasi supaya manusia itu tampak beda dari binatang, karena kita memang bukan binatang. Dan biarlah kita bisa memberi sumbangsih besar karena di tengah pertikaian kita justru menawarkan  perse-kutuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar